Rabu, 10 Desember 2008

Industri Software Terkendala Pembajakan

SURABAYA - Masalah pembajakan masih terus menghantui industri peranti lunak (software) di tanah air. Akibatnya, industri itu tak dapat tumbuh pesat. Sejak keluar UU tentang Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) pada 2002, terdapat 300 perusahaan lokal di sektor teknologi informasi (TI). Tapi, dari jumlah itu, hanya 10 perusahaan bergerak di bidang software.

"Sekitar 84 persen software komputer di tanah air tak berlisensi alias bajakan," ujar Business Software Alliance (BSA) Indonesia Representative Donny A. Sheyoputra kemarin (9/12) mengutip laporan IDC (International Data Corporation) pada 2007.

"Angka itu hanya turun 1 persen ketimbang 2006," lanjutnya.

Tapi, kata dia, nilai kerugian akibat pembajakan software itu justru meningkat. Jika pada 2006 nilai kerugiannya sebesar USD 350 juta, tahun berikutnya mencapai USD 411 juta atau sekitar Rp 3,8 triliun.

Menurut dia, kondisi itu membuat bisnis peranti lunak di tanah air tidak kondusif. Pada akhirnya ini berimbas pada iklim investasi di Indonesia. Padahal, iklim usaha sehat di industri software, yang ditandai dengan angka pembajakan minimal, akan mendorong pertumbuhan perusahaan software lokal.

"Jika pembajakan terus bisa ditekan, pasar produk software di Indonesia akan membesar. Jika ini terjadi, perusahaan software lokal akan semakin berkembang dan memberi kontribusi pajak secara signifikan pada negara," paparnya.

Berdasar kajian IDC, terang dia, jika Indonesia bisa menekan angka pembajakan hingga 10 persen dalam tempo empat tahun, akan ada benefit besar. Misalnya, 2.200 lapangan kerja baru di sektor TI, kontribusi USD 1,7 miliar terhadap produk domestik bruto (PDB), pendapatan senilai USD 1 miliar dari vendor lokal, dan kontribusi pajak USD 88 juta.

Karena itu, pihaknya gencar melakukan edukasi mengenai HaKI. Misalnya, BSA Indonesia membikin progam audit khusus produk peranti lunak yang dimiliki pengguna akhir perusahaan.

Dia mengakui, pihaknya lebih fokus ke konsumen korporasi ketimbang ritel. Alasannya, program ini punya tingkat efektifitas lebih tinggi dalam menekan pembajakan. Dia mencontohkan perusahaan yang ditindak akan memberi efek jera pada perusahaan lain. "Akhirnya, perusahaan menganggarkan dana untuk membeli software berlisensi atau menambah belanja TI," terangnya. (aan/far/dwi)


Sumber : Jawa Pos, Rabu 10 Desember 2008

2 komentar:

Anonim mengatakan...

wah emang ga ada habisnya ngebahas ttg pembajakan di indonesia ini ^^

btw thanks atas kunjungannya

Fitriyah mengatakan...

ya memang... the piracy is sensitive enough ^_^