Sabtu, 06 Desember 2008

Turun Satu Persen, Rugi Rp 4,9 T

Indonesia hingga kini masih dianggap sebagai salah satu negara dengan tingkat pembajakan software yang tinggi di dunia. Cukupkah hanya dengan penegakan hukum yang diperketat?

Menurut Representative Officer Business Software Alliance (BSA) Indonesia Donny A. Sheyoputra, persentase software yang dibajak di tanah air pada tahun ini akan menurun. Namun, secara nominal, kerugian atau potensi pendapatan yang hilang diperkirakan justru meningkat. "Kondisi tersebut bisa terjadi karena pasar atau kue industri peranti lunak semakin besar. Karena itu, meski persentasenya turun, kerugian akan tetap besar tahun ini," ujarnya.

Donny mencontohkan, persentase penggunaan produk peranti lunak bajakan turun satu persen tahun lalu dari 85 persen (2006) menjadi 84 persen (2007). Sementara itu, potensi kerugiannya justru meningkat dari USD 350 juta menjadi USD 411 juta (sekitar Rp 4,9 triliun dengan kurs Rp 12 ribu per USD).

Tahun ini, dia mengaku belum bisa memprediksi besarnya kerugian. "Tetap akan lebih besar. Kondisi seperti itu juga terjadi di Amerika Serikat yang volume pembajakannya hanya 20 persen. Tapi, kerugiannya paling besar dibanding negara-negara lain di dunia," jelasnya.

BSA memandang pembajakan dalam beberapa model. Pertama, corporate end-user piracy atau pembajakan yang dilakukan perusahaan. Kedua, retail piracy alias pembajakan oleh pedagang secara eceran. Ketiga, hard disk loading piracy. Yaitu, toko komputer yang mengisi produk komputer dengan peranti lunak bajakan. "Concern BSA adalah corporate end-user piracy karena kerugian yang ditimbulkan bagi industri peranti lunak sangat besar," jelasnya.

Pembajakan kategori kedua lebih disukai kepolisian dan yang ketiga biasanya menjadi concern perusahaan-perusahaan peranti lunak anggota BSA. Faktor utama penyebab tingginya tingkat pembajakan software di Indonesia adalah masih rendahnya tingkat apresiasi masyarakat terhadap hak dan kekayaan. "Masyarakat suka membeli hardware, tapi tidak banyak yang mau membeli software," ujarnya.

BSA menyatakan, kualitas penegakan hukum Indonesia paling penting dalam pemberantasan pembajakan di Indonesia. Jika hukum diterapkan dengan tepat, tingkat pembajakan diperkirakan menurun cukup signifikan. Selain itu, BSA menawarkan sebuah strategi untuk menekan pembajakan software, yaitu dengan education atau pendidikan. "Masyarakat diajari untuk tahu dan menghargai manfaat software dalam membantu pekerjaan mereka," ungkapnya.

Program tersebut sudah dijalankan Singapura dan berhasil menekan tingkat pembajakan hingga kategori rendah. Menurut BSA, di setiap negara yang tingkat pembajakannya rendah, tingkat ekonominya akan lebih kuat. Sebab, perusahaan-perusahaan di negara tersebut mengetahui kreasi baru seperti apa yang dibutuhkan. "Itu terlihat dari kemajuan yang dicapai Taiwan, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan," jelasnya.

Sumber : Jawa Pos, Selasa 2 Desember 2008

Tidak ada komentar: